"Orang-orang Kanibal"
Ilustrasi: Abu Nawas Tidur Dibawah Pohon |
Saat itu Abu
Nawas baru saja pulang dari istana setelah dipanggil Baginda. Ia tidak langsung
pulang ke rumah melainkan berjalan-jalan lebih dahulu ke perkampungan
orang-orang badui. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Abu Nawas yang suka
mempelajari adat istiadat orang-orang badui.
Pada suatu
perkampungan, Abu Nawas sempat melihat sebuah rumah besar yang dari luar
terdengar suara hingar bingar seperti suara kerumunan puluhan orang. Abu Nawas
tertarik, ingin melihat untuk apa orang-orang badui berkumpul di sana, ternyata
di rumah besar itu adalah tempat orang badui menjual bubur haris yaitu bubur
khas makanan para petani. Tapi Abu Nawas tidak segera masuk ke rumah besar itu,
merasa lelah dan ingin beristirahat maka ia terus berjalan ke arah pinggiran
desa.
Abu Nawas
beristirahat di bawah sebatang pohon rindang. la merasa hawa di situ amat sejuk
dan segar sehingga tidak berapa lama kemudian mengantuk dan tertidur di bawah
pohon.
Abu Nawas tak
tahu berapa lama ia tertidur, tahu-tahu ia merasa dilempar ke atas lantai
tanah. Brak! iapun tergagap bangun.
"Kurang
ajar! Siapa yang melemparku?" tanyanya heran sembari menengok kanan kiri.
Ternyata ia
berada di sebuah ruangan pengap berjeruji besi. Seperti penjara.
"Hai keluarkan
aku! Kenapa aku dipenjara di sini.!"
Tidak berapa
lama kemudian muncul seorang badui bertubuh besar. Abu Nawas memperhatikan
dengan seksama, ia ingat orang inilah yang menjual bubur haris di rumah besar
di tengah desa.
"Jangan
teriak-teriak, cepat makan ini !" kata orang sembari menyodorkan piring ke
lubang ruangan.
Abu Nawas tidak
segera makan. "Mengapa aku dipenjara?"
"Kau akan
kami sembelih dan akan kami jadikan campuran bubur haris."
"Hah? Jadi
yang kau jual di tengah desa itu bubur manusia?"
"Tepat....
itulah makanan favorit kesukaan kami."
"Kami...?
Jadi kalian sekampung suka makan daging manusia?"
"lya,
termasuk dagingmu, sebab besok pagi kau akan kami sembelih!"
"Sejak
kapan kalian makan daging manusia?"
"Oh..,
sejak lama .... setidaknya sebulan sekali kami makan daging manusia."
"Dari mana
saja kalian dapatkan daging manusia?"
"Kami tidak
mencari ke mana-mana, hanya setiap kali ada orang masuk atau lewat di desa kami
pasti kami tangkap dan akhirnya kami sembelih untuk dijadikan butjur."
Abu Nawas diam
sejenak. la berpikir keras bagaimana caranya bisa meloloskan diri dari bahaya
maut ini. la merasa heran, kenapa Baginda tidak mengetahui bahwa di wilayah
kekuasaannya ada kanibalisme, ada manusia makan manusia.
"Barangkali
para menteri hanya melaporkan hal yang baik-baik saja. Mereka tidak mau bekerja
keras untuk memeriksa keadaan penduduk." pikir Abu Nawas. "Baginda
harus mengetahui hal seperti ini secara langsung, kalau perlu....!"
Setelah memberi
makan berupa bubur badui itu meninggalkan Abu Nawas. Abu Nawas tentu saja tak
berani makan bubur itu jangan-jangan bubur manusia. Ia menahan lapar semalaman
tak tidur, tubuhnya yang kurus makin nampak kurus.
Esok harinya
badui itu datang lagi.
"Bersiaplah
sebentar lagi kau akan mati."
Abu Nawas
berkata,"Tubuhku ini kurus, kalaupun kau sembelih kau tidak akan memperoleh
daging yang banyak. Kalau kau setuju nanti sore akan kubawakan temanku yang
bertubuh gemuk. Dagingnya bisa kalian makan selama lima hari."
"Benarkah?"
"Aku tidak
pernah bohong!"
Orang badui itu
diam sejenak, ia menatap tajam kearah Abu Nawas. Entah kenapa akhirnya orang
badui itu mempercayai dan melepaskan Abu Nawas.
Abu Nawas
langsung pergi ke istana menghadap Baginda.
Setelah
berbasa-basi maka Baginda bertanya kepada Abu Nawas.
"Ada apa
Abu Nawas? Kau datang tanpa kupanggil?"
"Ampun
Tuanku, hamba barus saja pulang dari suatu desa yang aneh."
"Desa aneh,
apa keanehannya?"
"Di desa
tersebut ada orang menjual bubur haris yang khas dan sangat lezat. Di samping
itu hawa di desa itu benar-benar sejuk dan segar."
"Aku ingin
berkunjung ke desa itu. Pengawal! Siapkan pasukan!"
"Ampun
Tuanku, jangan membawa-bawa pengawal. Tuanku harus menyamar jadi orang
biasa."
"Tapi ini
demi keselamatanku sebagai seorang raja"
"Ampun
Tuanku, jika bawa-bawa tentara maka orang sedesa akan ketakukan dan Tuanku
takkan dapat melihat orang menjual bubur khas itu."
"Baiklah,
kapan kita berangkat?"
"Sekarang
juga Tuanku, supaya nanti sore kita sudah datang di perkampungan itu."
Demikianlah,
Baginda dengan menyamar sebagai seorang biasa mengikuti Abu Nawas ke
perakmpungan orang-orang badui kanibal.
Abu Nawas
mengajak Baginda masuk ke rumah besar tempat orang-orang makan bubur. Di sana
mereka membeli bubur. Baginda memakan bubur itu dengan lahapnya.
"Betul
katamu, bubur ini memang lezat!" kata Baginda setelah makan.
"Kenapa buburmu
tidak kau makan Abu Nawas."
"Hamba
masih kenyang," kata Abu Nawas sambil melirik dan berkedip ke arah penjual
bubur.
Setelah makan,
Baginda diajak ke tempat pohon rindang yang hawanya sejuk.
"Betul juga
katamu, di sini hawanya memang sejuk dan segar .... ahhhhh........ aku kok
mengantuk sekali."kata Baginda.
"Tunggu
Tuanku, jangan tidur dulu....hamba pamit mau buang ari kecil di semar belukar
sana."
"Baik,
pergilah Abu Nawas!"
Baru saja Abu
Nawas melangkah pergi, Baginda sudah tertidur, tapi ia segera terbangun lagi
ketika mendengar suara bentakan keras.
"Hai orang
gendut! Cepat bangun ! Atau kau kami sembelih di tempat ini!"
ternyata badui
penjual bubur sudah berada di belakang Baginda dan menghunus pedang di arahkan
ke leher Baginda.
"Apa-apaan
ini!" protes Baginda.
"Jangan
banyak cakap! Cepat jalan !"
Baginda
mengikuti perintah orang badui itu dan akhirnya dimasukkan ke dalam penjara.
"Mengapa
aku di penjara?"
"Besok kau
akan kami sembelih, dagingmu kami campur dengan tepung gandum dan jadilah bubur
haris yang terkenal lezat. Hahahahaha !"
"Astaga
jadi yang kumakan tadi...?"
"Betul kau
telah memakan bubur kami, bubur manusia."
"Hoekkkkk....!"
Baginda mau muntah tapi tak bisa.
"Sekarang
tidurlah, berdoalah, sebab besok kau akan mati."
"Tunggu...."
"Mau apa
lagi?"
"Berapa
penghasilanmu sehari dari menjual bubur itu?"
"Lima puluh
dirham!"
"Cuma
segitu?"
"lya!"
"Aku bisa
memberimu lima ratus dirham hanya dengan menjual topi."
"Ah,
masak?"
"Sekarang
berikan aku bahan kain untuk membuat topi. Besok pagi boleh kau coba menjual
topi buatanku itu ke pasar. Hasilya boleh kau miliki semua !"
Badui itu ragu,
ia berbalik melangkah pergi. Tak lama kemudian kembali lagi dengan bahan-bahan
untuk membuat topi.
Esok paginya
Baginda menyerahkan sebuah topi yang bagus kepada si badui.
Baginda
berpesan, "Juallah topi ini kepada menteri Farhan di istana Bagdad."
Badui itu
menuruti saran Baginda.
Menteri Farhan
terkejut saat melihat seorang badui datang menemuinya.
"Mau apa
kau?" tanya Farhan.
"Menjual
topi ini..."
Farhan melirik,
topi itu memang bagus. la mencoba memeriksanya dan alangkah terkejutnya ketika
melihat hiasan berupa huruf-huruf yang maknanya adalah surat dari Baginda yang
ditujukan kepada dirinya.
"Berapa
harga topi ini?"
"Lima ratus
dirham tak boleh kurang!"
"Baik aku
beli !"
Badui itu
langsunng pulang dengan wajah ceria. Sama sekali ia tak tahu jika Farhan telah
mengutus seorang prajurit untuk mengikuti langkahnya. Siangnya prajurit itu
datang lagi ke istana dengan melaporkan lokasi perkampungan si penjual bubur.
Farhan cepat
bertidak sesuai pesan di surat Baginda. Seribu orang tentara bersenjata lengkap
dibawa ke perkampungan. Semua orang badui di kampong itu ditangkapi sementara
Baginda berhasil diselamatkan.
"Untung kau
bertindak cepat, terlambat sedikit saja aku sudah jadi bubur!" kata Baginda
kepada Farhan.
"Semua ini
gara-gara Abu Nawas!" kata Farhan.
"Benar!
Tapi juga salahmu! Kau tak pernah memeriksa perkampungan ini bahwa penghuninya
adalah orang-orang kanibal!"
"Bagaimanapun
Abu Nawas harus dihukum!"
"Ya, itu
pasti!"
"Hukuman
mati!" sahut Farhan.
"Hukuman mati? Ya,
kita coba apakah dia bisa meloloskan diri?" sahut Baginda.
"Lolos Dari Maut"
Karena dianggap
hampir membunuh Baginda maka Abu Nawas mendapat celaka. Dengan kekuasaan yang
absolut Baginda memerintahkan prajurit-prajuritnya langsung menangkap dan
menyeret Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.
Waktu itu Abu
Nawas sedang bekerja di ladang karena musim tanam kentang akan tiba. Ketika
para prajurit kerajaan tiba, ia sedang mencangkul. Dan tanpa alasan yang jelas
mereka langsung menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah Baginda. Abu Nawas tidak
berkutik. Kini ia mendekam di dalam penjara.
Beberapa hari
lagi kentang-kentang itu harus ditanam. Sedangkan istrinya tidak cukup kuat
untuk melakukan pencangkulan. Abu Nawas tahu bahwa tetanggate-tangganya tidak
akan bersedia membantu istrinya sebab mereka juga sibukd engan pekerjaan mereka
masing-masing.
Tidak ada yang
bisa dilakukan di dalam 'penjara kecuali mencari jalan keluar. Seperti biasa
Abu Nawas tidak bisa tidur dan tidak enak makan. la hanya makan sedikit. Sudah
dua hari ia meringkuk di dalam penjara. Wajahnya murung.
Hari ketiga Abu
Nawas memanggil seorang pengawal. "Bisakah aku minta tolong kepadamu?"
kata Abu Nawas membuka pembicaraan.
"Apa
itu?" kata pengawal itu tanpa gairah.
"Aku ingin
pinjam pensil dan selembar kertas. Aku ingin menulis surat untuk istriku. Aku
harus menyampaikan sebuah rahasia penting yang hanya boleh diketahui oleh
istriku saja."
Pengawal itu
berpikir sejenak lalu pergi meninggalkan Abu Nawas. Ternyata pengawal itu
merighadap Baginda Raja untuk melapor. Mendengar laporan dari pengawal, Baginda
segera menyediakan apa yang diminta Abu Nawas. Dalam hati, Baginda bergumam
mungkin kali ini ia bias mengalahkan Abu Nawas.
Abu Nawas
menulis surat yang berbunyi: "Wahai istriku, janganlah engkau sekali-kali
menggali ladang kita karena aku menyembunyikan harta karun dan senjata di situ.
Dan tolong jangan bercerita kepada siapa pun."
Tentu saja surat
itu dibaca oleh Baginda karena beliau ingin tahu apa sebenarnya rahasia Abu
Nawas. Setelah membaca surat itu Baginda merasa puas dan langsung memerintahkan
beberapa pekerja istana untuk menggali ladang Abu Nawas. Dengan peralatan yarig
dibutuhkan mereka berangkat dan langsung menggali ladang Abu Nawas. Istri Abu
Nawas merasa heran. Mungkinkah suaminya minta tolong pada mereka?
Pertanyaan itu
tidak terjawab karena mereka kembali ke istana tanpa pamit. Mereka hanya
menyerahkan surat Abu Nawas kepadanya.
Lima hari
kemudian Abu Nawas menerima surat dari istrinya. Surat itu berbunyi:
"Mungkin suratmu dibaca sebelum diserahkan kepadaku. Karena beberapa
pekerja istana datang ke sini dua hari yang lalu, mereka menggali seluruh
ladang kita. Lalu apa yang harus kukerjakan sekarang?"
Rupanya istrinya
Abu Nawas belum mengerti muslihat suaminya. Tetapi dengan bijaksana Abu Nawas
membalas: "Sekarang engkau bisa menanam kentang di lading tanpa harus
menggali, wahai istriku."
Kali ini Baginda
tidak bersedia membaca surat Abu Nawas lagi. Baginda makin mengakui
keluarbiasaan akal Abu Nawas. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih bisa
melakukan pencangkulan.
********
Abu Nawas masih
mengeram di penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bias menyelesaikan
pekerjaannya dengan memakai tangan orang lain. Baginda berpikir. Sejenak
kemudian beliau segera memerintahkan sipir penjara untuk membebaskan Abu Nawas.
Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk. Karena akal Abu
Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih sanggup
menyusahkan orang. Keputusan yang dibuat Baginda Raja untuk melepaskan Abu
Nawas memang sangat tepat. Karena bila sampai Abu Nawas bertambah sakit hati
maka tidak mustahil kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin gawat.
Kini hidung Abu
Nawas sudah bisa menghisap udara kebebasan di luar. Istri Abu Nawas menyambut
gembira kedatangan suami yang selama ini sangat dirindukan. Abu Nawas juga
riang. Apalagi melihat tanaman kentangnya akan membuahkan hasil yang bisa
dipetik dalam waktu dekat.
Abu Nawas memang
girang bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah.
Bagaimana Abu
Nawas tidak merasa gundah gulana sebab Baginda sudah tidak lagi memakai
perangkap untuk memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja langsung
memenjarakannya. Maka tidak mustahil bila suatu ketika nanti Baginda langsung
menjatuhkan hukuman pancung. Abu Nawas yakin bahwa saat ini Baginda pasti
sedang merencanakan sesuatu. Abu Nawas menyiapkan payung untuk menyambut hujan
yang akan diciptakan Baginda Raja.
Pada hari itu
Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau tukang ramal nasib. Sejak
membuka praktek ramal-meramal nasib, Abu Nawas sering mendapat panggilan dari
orang-orang terkenal. Kini Abu Nawas tidak saja dikenal sebagai orang yang handal
dalam menciptakan gelak tawa tetapi juga sebagai ahli ramal yang jitu.
Mendengar Abu
Nawas mendadak menjadi ahli ramal maka Baginda Raja Harun Al Rasyid merasa
khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa membahayakan kerajaan.
Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap.
Abu Nawas sejak
semula yakin Baginda Raja kali ini berniat akan menghabisi riwayatnya. Tetapi
Abu Nawas tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu Nawas sudah mempersiapkan
tameng.
Setelah beberapa
hari meringkuk di dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju tempat kematian.
Tukang penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang baru diasah. Abu Nawas
menghampiri tempat penjagalan dengan amat tenang.
Baginda merasa
kagum terhadap ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya dalam
hati mengapa Abu Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik terakhir hidupnya.
Ketika algojo sudah siap mengayunkan pedang, Abu Nawas tertawa-tawa sehingga
Baginda menangguhkan pemancungan.
Beliau bertanya,
"Hai Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang
algojo?"
"Ngeri
Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga merasa gembira." jawab Abu Nawas
sambil tersenyum.
"Engkau
merasa gembira?" tanya Baginda kaget.
"Betul
Baginda yang mulia, karena tepat tiga hari setelah kematian hamba, maka Baginda
pun akan mangkat menyusul hamba ke liang lahat, karena hamba tidak bersalah sedikit
pun." kata Abu Nawas tetap tenang.
Baginda gemetar
mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja hukuman pancung dibatalkan.
Abu Nawas
digiring kembali ke penjara. Baginda memerintahkan agar Abu Nawas diperlakukan
istimewa. Malah Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang
enak-enak. Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas
berpesan dan setengah mengancam kepada penjaga penjara bahwa bila ia
terus-menerus mendekam dalam penjara ia bias jatuh sakit atau meninggal Baginda
Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas setelah mendengar penuturan penjaga
penjara.
*****
Cita-cita atau
obsesi menghukum Abu Nawas sebenarnya masih bergolak, namun Baginda merasa
kehabisan akal untuk menjebak Abu Nawas.
Seorang
penasihat kerajaan kepercayaan Baginda Raja menyarankan agar Baginda memanggil
seorang ilmuwan-ulama yang berilmu tinggi untuk menandingi Abu Nawas. Pasti
masih ada peluang untuk mencari kelemahan Abu Nawas. Menjebak pencuri harus
dengan pencuri. Dan ulama dengan ulama. Baginda menerima usul yang cemerlang
itu dengan hati bulat.
Setelah ulama
yang berilmu tinggi berhasil ditemukan, Baginda Raja menanyakan cara terbaik
menjerat Abu Nawas. Ulama itu memberi tahu cara-cara yang paling jitu kepada
Baginda Raja.
Baginda Raja
manggut-manggut setuju. Wajah Baginda tidak lagi murung. Apalagi ulama itu
menegaskan bahwa ramalan Abu Nawas tentang takdir kematian Baginda Raja sama
sekali tidak
mempunyai dasar
yang kuat. Tiada seorang pun manusia yang tahu kapan dan di bumi mana ia akan
mati apalagi tentang ajal orang lain.
Ulama andalan
Baginda Raja mulai mengadakan persiapan seperlunya untuk memberikan pukulan
fatal bagi Abu Nawas. Siasat pun dijalankan sesuai rencana. Abu Nawas
terjerembab ke lubang siasat sang ulama. Abu Nawas melakukan kesalahan yang
bisa menghantarnya ke tiang gantungan atau tempat pemancungan.
Benarlah
peribahasa yang berbunyi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat akan
terpeleset. Kini, Abu Nawas benar-benar mati kutu. Sebentar lagi ia akan dihukum
mati karena jebakan sang ilmuwan-ulama.
Benarkah Abu
Nawas sudah keok?
Kita lihat saja
nanti.
Banyak orang
yang merasa simpati atas nasib Abu Nawas, terutama orang-orang miskin dan
tertindas yang pernah ditolongnya. Namun derai air mata para pecinta dan
pengagum Abu Nawas tak akan mampu menghentikan hukuman mati yang akan
dijatuhkan.
Baginda Raja
Harun Al Rasyid benar-benar menikmati kemenangannya. Belum pernah Baginda
terlihat seriang sekarang.
Keyakinan orang
banyak bertambah mantap. Hanya satu orang yang tetap tidak yakin bahwa hidup
Abu Nawas akan berakhir setragis itu, yaitu istri Abu Nawas.
Bukankah Allah
Azza Wa Jalla lebih dekat daripada urat leher. Tidak ada yang tidak mungkin
bagi Allah Yang Maha Gagah. Dan kematian adalah mutlak urusan-Nya. Semakin
dekat hukuman mati bagi Abu Nawas. Orang banyak semakin resah. Tetapi bagi Abu
Nawas malah sebaliknya. Semakin dekat hukuman bagi dirinya, semakin tegar
hatinya.
Baginda Raja
tahu bahwa ketenangan yang ditampilkan Abu Nawas hanyalah merupakan bagian dari
tipu dayanya. Tetapi Baginda Raja telah bersumpah pada diri sendiri bahwa
beliau tidak akan terkecoh untuk kedua kalinya.
Sebaliknya Abu
Nawas juga yakin, selama nyawa masih melekat maka harapan akan terus
menyertainya. Tuhan tidak mungkin menciptakan alam semesta ini tanpa ditaburi
harapan-harapan yang menjanjikan. Bahkan dalam keadaan yang bagaimanapun
gawatnya.
Keyakinan
seperti inilah yang tidak dimiliki oleh Baginda Raja dan ulama itu. Seketika
suasana menjadi hening, sewaktu Baginda Raja memberi sambutan singkat tentang
akan dilaksanakan hukuman mati atas diri terpidana mati Abu Nawas. Kemudian
tanpa memperpanjang waktu lagi Baginda Raja menanyakan permintaan terakhir Abu
Nawas. Dan pertanyaan inilah yang paling dinanti-nantikan Abu Nawas.
"Adakah
permintaan yang terakhir"
"Ada Paduka
yang mulia." jawab Abu Nawas singkat.
"Sebutkan."
kata Baginda.
"Sudilah
kiranya hamba diperkenankan memilih hukuman mati yang hamba anggap cocok wahai
Baginda yang mulia." pinta Abu Nawas.
"Baiklah."
kata Baginda menyetujui permintaan Abu Nawas.
"Paduka
yang mulia, yang hamba pinta adalah bila pilihan hamba benar hamba bersedia
dihukum pancung, tetapi jika pilihan hamba dianggap salah maka hamba dihukum
gantung saja." kata Abu Nawas memohon.
"Engkau
memang orang yang aneh. Dalam saat-saat yang amat genting pun engkau masih
sempat bersenda gurau. Tetapi ketahuilah bagiku segala tipu muslihatmu hari ini
tak akan bisa membawamu kemana-mana." kata Baginda sambil tertawa.
"Hamba
tidak bersenda gurau Paduka yang mulia." kata Abu Nawas bersungguh-sungguh.
Baginda makin
terpingkal-pingkal. Belum selesai Baginda Raja tertawa-tawa, Abu Nawas
berteriak dengan nyaring.
"Hamba
minta dihukum pancung!"
Semua yang hadir
kaget. Orang banyak belum mengerti mengapa Abu Nawas membuat keputusan begitu.
Tetapi kecerdasan otak Baginda Raja menangkap sesuatu yang lain. Sehingga tawa
Baginda yang semula berderai-derai mendadak terhenti. Kening Baginda berkerut
mendengar ucapan Abu Nawas.
Baginda Raja
tidak berani menarik kata-katanya karena disaksikan oleh ribuan rakyatnya.
Beliau sudah
terlanjur mengabulkan Abu Nawas menentukan hukuman mati yang paling cocok untuk
dirinya.
Kini kesempatan
Abu Nawas membela diri.
"Baginda
yang mulia, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum pancung. Kalau
pilihan hamba benar maka hamba dihukum gantung. Tetapi dimanakah letak
kesalahan pilihan hamba sehingga hamba harus dihukum gantung. Padahal hamba
telah memilih hukuman pancung?"
Olah kata Abu
Nawas memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang. Benar-benar luar biasa
otak Abu Nawas ini. Rasanya tidak ada lagi manusia pintar selain Abu Nawas di
negeri Baghdad ini.
"Abu Nawas
aku mengampunimu, tapi sekarang jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah
bintang di langit?"
"Oh,
gampang sekali Tuanku."
"Iya, tapi
berapa, seratus juta, seratus milyar?" tanya Baginda.
"Bukan
Tuanku, cuma sebanyak pasir di pantai."
"Kau
ini.... bagaimana bisa orang menghitung pasir di pantai?"
"Bagaimana
pula orang bisa menghitung bintang di langit?"
"Ha ha ha
ha ha...! Kau memang penggeli hati.
Kau adalah
pelipur laraku. Abu Nawas mulai sekarang jangan segan-segan, sering-seringlah
datang ke istanaku. Aku ingin selalu mendengar lelucon-leluconmu yang
baru!"
"Siap Baginda
!"
:: Sekian, Semoga Bermanfaat :-)
1 komentar:
Thank you, your article is very good
Replyviagra asli
cialis asli
viagra jakarta
viagra asli jakarta
toko viagra jakarta
jual viagra jakarta
agen viagra jakarta
toko viagra asli
jual viagra asli
jual viagra
toko viagra
agen viagra
cialis jakarta
cialis asli jakarta
titan gel asli
titan gel jakarta
titan gel asli jakarta
viagra cod jakarta
obat viagra jakarta
obat viagra asli
viagra usa
viagra original
obat viagra
obat kuat viagra
jual cialis
toko cialis
obat cialis
obat cialis asli
obat kuat cialis
obat cialis jakarta
toko cialis jakarta
jual cialis jakarta
agen cialis jakarta
toko titan gel
jual titan gel
vitamale asli
permen soloco asli
maxman asli
vimax asli
viagra
titan gel
hammer of thor
hammer of thor asli
hammer of thor jakarta
hammer of thor asli jakarta
Posting Komentar