Mars HPMM (Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu)

Logo HPMM


MARS HPMM

Syair : H. Muh. Udin Palisuri



Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu

Tampil bersama menggalang persatuan

Menimba ilmu mengukir prestasi 

Tengada wajah kelangit tanah air


Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu

Anak bangsa putra pertiwi

Belajar dan berjuang penuh semangat

Mengabdi pasti bagimu Negeri


Reff:

Wajah kami menatap masa depan

Untuk tanah Massenrempulu tersayang

Tempat ayah bunda bersama keluarga

Menanti bakti karyamu terpatri


Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu

Tempat kami bersatu dalam tekad

Dengan bekal Iman dan taqwa

Menggapai cita masa depan bangsa


Wajah kami menatap masa depan

Untuk tanah Massenrempulu tersayang

Tempat ayah bunda bersama keluarga

Menanti bakti karyamu terpatri [2x]

Mars HPMM



























:: Semoga Bermanfaat :-)

Kisah Abu Nawas: Orang-orang Kanibal & Lolos dari Maut



"Orang-orang Kanibal"
Ilustrasi: Abu Nawas Tidur Dibawah Pohon
Saat itu Abu Nawas baru saja pulang dari istana setelah dipanggil Baginda. Ia tidak langsung pulang ke rumah melainkan berjalan-jalan lebih dahulu ke perkampungan orang-orang badui. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Abu Nawas yang suka mempelajari adat istiadat orang-orang badui.

Pada suatu perkampungan, Abu Nawas sempat melihat sebuah rumah besar yang dari luar terdengar suara hingar bingar seperti suara kerumunan puluhan orang. Abu Nawas tertarik, ingin melihat untuk apa orang-orang badui berkumpul di sana, ternyata di rumah besar itu adalah tempat orang badui menjual bubur haris yaitu bubur khas makanan para petani. Tapi Abu Nawas tidak segera masuk ke rumah besar itu, merasa lelah dan ingin beristirahat maka ia terus berjalan ke arah pinggiran desa.

Abu Nawas beristirahat di bawah sebatang pohon rindang. la merasa hawa di situ amat sejuk dan segar sehingga tidak berapa lama kemudian mengantuk dan tertidur di bawah pohon.

Abu Nawas tak tahu berapa lama ia tertidur, tahu-tahu ia merasa dilempar ke atas lantai tanah. Brak! iapun tergagap bangun.

"Kurang ajar! Siapa yang melemparku?" tanyanya heran sembari menengok kanan kiri.

Ternyata ia berada di sebuah ruangan pengap berjeruji besi. Seperti penjara.

"Hai keluarkan aku! Kenapa aku dipenjara di sini.!"

Tidak berapa lama kemudian muncul seorang badui bertubuh besar. Abu Nawas memperhatikan dengan seksama, ia ingat orang inilah yang menjual bubur haris di rumah besar di tengah desa.

"Jangan teriak-teriak, cepat makan ini !" kata orang sembari menyodorkan piring ke lubang ruangan.

Abu Nawas tidak segera makan. "Mengapa aku dipenjara?"

"Kau akan kami sembelih dan akan kami jadikan campuran bubur haris."

"Hah? Jadi yang kau jual di tengah desa itu bubur manusia?"

"Tepat.... itulah makanan favorit kesukaan kami."

"Kami...? Jadi kalian sekampung suka makan daging manusia?"

"lya, termasuk dagingmu, sebab besok pagi kau akan kami sembelih!"

"Sejak kapan kalian makan daging manusia?"

"Oh.., sejak lama .... setidaknya sebulan sekali kami makan daging manusia."

"Dari mana saja kalian dapatkan daging manusia?"

"Kami tidak mencari ke mana-mana, hanya setiap kali ada orang masuk atau lewat di desa kami pasti kami tangkap dan akhirnya kami sembelih untuk dijadikan butjur."

Abu Nawas diam sejenak. la berpikir keras bagaimana caranya bisa meloloskan diri dari bahaya maut ini. la merasa heran, kenapa Baginda tidak mengetahui bahwa di wilayah kekuasaannya ada kanibalisme, ada manusia makan manusia.

"Barangkali para menteri hanya melaporkan hal yang baik-baik saja. Mereka tidak mau bekerja keras untuk memeriksa keadaan penduduk." pikir Abu Nawas. "Baginda harus mengetahui hal seperti ini secara langsung, kalau perlu....!"

Setelah memberi makan berupa bubur badui itu meninggalkan Abu Nawas. Abu Nawas tentu saja tak berani makan bubur itu jangan-jangan bubur manusia. Ia menahan lapar semalaman tak tidur, tubuhnya yang kurus makin nampak kurus.

Esok harinya badui itu datang lagi.

"Bersiaplah sebentar lagi kau akan mati."

Abu Nawas berkata,"Tubuhku ini kurus, kalaupun kau sembelih kau tidak akan memperoleh daging yang banyak. Kalau kau setuju nanti sore akan kubawakan temanku yang bertubuh gemuk. Dagingnya bisa kalian makan selama lima hari."

"Benarkah?"

"Aku tidak pernah bohong!"

Orang badui itu diam sejenak, ia menatap tajam kearah Abu Nawas. Entah kenapa akhirnya orang badui itu mempercayai dan melepaskan Abu Nawas.

Abu Nawas langsung pergi ke istana menghadap Baginda.

Setelah berbasa-basi maka Baginda bertanya kepada Abu Nawas.

"Ada apa Abu Nawas? Kau datang tanpa kupanggil?"

"Ampun Tuanku, hamba barus saja pulang dari suatu desa yang aneh."

"Desa aneh, apa keanehannya?"

"Di desa tersebut ada orang menjual bubur haris yang khas dan sangat lezat. Di samping itu hawa di desa itu benar-benar sejuk dan segar."

"Aku ingin berkunjung ke desa itu. Pengawal! Siapkan pasukan!"

"Ampun Tuanku, jangan membawa-bawa pengawal. Tuanku harus menyamar jadi orang biasa."

"Tapi ini demi keselamatanku sebagai seorang raja"

"Ampun Tuanku, jika bawa-bawa tentara maka orang sedesa akan ketakukan dan Tuanku takkan dapat melihat orang menjual bubur khas itu."

"Baiklah, kapan kita berangkat?"

"Sekarang juga Tuanku, supaya nanti sore kita sudah datang di perkampungan itu."

Demikianlah, Baginda dengan menyamar sebagai seorang biasa mengikuti Abu Nawas ke perakmpungan orang-orang badui kanibal.

Abu Nawas mengajak Baginda masuk ke rumah besar tempat orang-orang makan bubur. Di sana mereka membeli bubur. Baginda memakan bubur itu dengan lahapnya.

"Betul katamu, bubur ini memang lezat!" kata Baginda setelah makan.

"Kenapa buburmu tidak kau makan Abu Nawas."

"Hamba masih kenyang," kata Abu Nawas sambil melirik dan berkedip ke arah penjual bubur.

Setelah makan, Baginda diajak ke tempat pohon rindang yang hawanya sejuk.

"Betul juga katamu, di sini hawanya memang sejuk dan segar .... ahhhhh........ aku kok mengantuk sekali."kata Baginda.

"Tunggu Tuanku, jangan tidur dulu....hamba pamit mau buang ari kecil di semar belukar sana."

"Baik, pergilah Abu Nawas!"

Baru saja Abu Nawas melangkah pergi, Baginda sudah tertidur, tapi ia segera terbangun lagi ketika mendengar suara bentakan keras.

"Hai orang gendut! Cepat bangun ! Atau kau kami sembelih di tempat ini!"

ternyata badui penjual bubur sudah berada di belakang Baginda dan menghunus pedang di arahkan ke leher Baginda.

"Apa-apaan ini!" protes Baginda.

"Jangan banyak cakap! Cepat jalan !"
Baginda mengikuti perintah orang badui itu dan akhirnya dimasukkan ke dalam penjara.

"Mengapa aku di penjara?"

"Besok kau akan kami sembelih, dagingmu kami campur dengan tepung gandum dan jadilah bubur haris yang terkenal lezat. Hahahahaha !"

"Astaga jadi yang kumakan tadi...?"

"Betul kau telah memakan bubur kami, bubur manusia."

"Hoekkkkk....!" Baginda mau muntah tapi tak bisa.

"Sekarang tidurlah, berdoalah, sebab besok kau akan mati."

"Tunggu...."

"Mau apa lagi?"

"Berapa penghasilanmu sehari dari menjual bubur itu?"

"Lima puluh dirham!"

"Cuma segitu?"

"lya!"

"Aku bisa memberimu lima ratus dirham hanya dengan menjual topi."

"Ah, masak?"

"Sekarang berikan aku bahan kain untuk membuat topi. Besok pagi boleh kau coba menjual topi buatanku itu ke pasar. Hasilya boleh kau miliki semua !"

Badui itu ragu, ia berbalik melangkah pergi. Tak lama kemudian kembali lagi dengan bahan-bahan untuk membuat topi.

Esok paginya Baginda menyerahkan sebuah topi yang bagus kepada si badui.

Baginda berpesan, "Juallah topi ini kepada menteri Farhan di istana Bagdad."

Badui itu menuruti saran Baginda.

Menteri Farhan terkejut saat melihat seorang badui datang menemuinya.

"Mau apa kau?" tanya Farhan.

"Menjual topi ini..."

Farhan melirik, topi itu memang bagus. la mencoba memeriksanya dan alangkah terkejutnya ketika melihat hiasan berupa huruf-huruf yang maknanya adalah surat dari Baginda yang ditujukan kepada dirinya.

"Berapa harga topi ini?"

"Lima ratus dirham tak boleh kurang!"

"Baik aku beli !"

Badui itu langsunng pulang dengan wajah ceria. Sama sekali ia tak tahu jika Farhan telah mengutus seorang prajurit untuk mengikuti langkahnya. Siangnya prajurit itu datang lagi ke istana dengan melaporkan lokasi perkampungan si penjual bubur.

Farhan cepat bertidak sesuai pesan di surat Baginda. Seribu orang tentara bersenjata lengkap dibawa ke perkampungan. Semua orang badui di kampong itu ditangkapi sementara Baginda berhasil diselamatkan.

"Untung kau bertindak cepat, terlambat sedikit saja aku sudah jadi bubur!" kata Baginda kepada Farhan.

"Semua ini gara-gara Abu Nawas!" kata Farhan.

"Benar! Tapi juga salahmu! Kau tak pernah memeriksa perkampungan ini bahwa penghuninya adalah orang-orang kanibal!"

"Bagaimanapun Abu Nawas harus dihukum!"

"Ya, itu pasti!"

"Hukuman mati!" sahut Farhan.

"Hukuman mati? Ya, kita coba apakah dia bisa meloloskan diri?" sahut Baginda.

Kisah Abu Nawas: Tugas Yang Mustahil



Ilustrasi: Mencari Ide
Baginda baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.

Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda, "Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda.

Abu Nawas tidak langsung menjawab. la berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum.

Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan.

Abu Nawas pulang dengan hati masgul. Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.

Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. la menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.

"Ampun Tuanku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.

"Apa usul itu?"

"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."

"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.

"Satu lagi Baginda..... " Abu Nawas menambahkan.

"Apa lagi?" tanya Baginda.

"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas.

"Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui. Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.

Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya.

Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini. Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan salat Hari Raya Idul Qurban. Dan seusai salat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin.

Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja,
"Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"

"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat.

Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. la berdiri sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.

"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda Raja.

"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas.

"Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.

"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka."

Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum.


:: Semoga Bermanfaat :-)